Sejarah Jember Fashion Carnaval, Pentas Sederhana Jadi Karnaval Kelas Dunia
Jember - Jember Fashion Carnaval atau JFC merupakan karnaval yang rutin digelar di Jember. Setelah vakum selama 2 tahun akibat pandemi COVID-19, JFC kembali digelar secara luring di Alun-alun Jember pada 6-7 Agustus 2022.
Setiap tahun, JFC selalu menampilkan busana-busana yang menarik dan kaya akan nilai budaya. Busana-busana tersebut ditampilkan secara teatrikal dengan memadukan unsur seni tari, seni rupa, dan seni musik. Keunikan itu membuat JFC semakin terkenal di mata dunia.
Sejumlah penghargaan internasional diraih oleh JFC, termasuk menjadi Second Runner-Up pada International Carnaval de Victoria 2016 di Seychelles. Pada 2017, Jember dinobatkan sebagai Kota Karnaval pertama di Indonesia yang bertaraf nasional dan internasional oleh Kementerian Pariwisata.
Prestasi gemilang JFC tentu tidak lepas dari kerja keras sang pelopor, Dynand Fariz. Dynand begitu ulet dalam mengembangkan JFC hingga menjadi karnaval terbesar di Indonesia. Kira-kira bagaimana sejarah berdirinya JFC? Simak penjelasannya berikut ini.
Berawal dari Rumah Mode
Dikutip dari laman Kemendikbud, JFC bermula dari keberadaan rumah mode yang didirikan oleh Dynand Fariz pada 1998. Rumah mode yang bernama Dynand Fariz International High Fashion Center itu didirikan sebagai wujud apresiasi dan konstribusi Dynand di dunia fashion.
Pada 2001, Dynand mengadakan sebuah acara fashion week untuk mengenalkan rumah modenya ke masyarakat luas. Dynand meminta para karyawan rumah mode untuk memakai busana yang sedang tren di dunia. Busana itu harus dipakai saat bekerja selama seminggu.
Acara fashion week di tahun selanjutnya dilakukan dengan cara yang berbeda. Terdapat pawai karyawan dengan memakai busana daur ulang yang kreatif dan unik.
Pawai tersebut dilakukan di sekitar rumah mode. Rupanya, masyarakat mulai tertarik dan memberi respons positif terhadap pawai tersebut.
Tercetus Ide Menggelar Karnaval yang Besar
Antusiasme masyarakat terhadap pawai rumah mode membuat Dynan ingin menggelar sebuah karnaval yang besar. Tahun 2003, Dynand dan tim mulai memikirkan konsep karnaval secara matang. Itu karena Dynand berharap agar karnaval yang akan digelar dapat memberi dampak positif bagi masyarakat Jember.
Perencanaan karnaval dilakukan secara detail. Mulai dari pembuatan visi dan misi, menentukan tema busana, hingga melakukan inovasi desain busana.
Bertepatan dengan HUT Jember, JFC pertama digelar pada 1 Januari 2003 di Alun-alun Jember. Dalam sebuah penelitian dari Mudra Jurnal Seni Budaya disebutkan, JFC 2003 diikuti 50 peserta yang terdiri atas karyawan rumah mode Dynan, karyawan salon Dyfa milik Dynand, dan karyawan salon Karisma milik Suyanto, kakak DDynand. Dengan mengusung 3 defile, yakni Punk, Gipsy dan Cowboy.
Sempat Ditentang Pemerintah Kabupaten Jember
Saat melakukan persiapan penyelenggaraan JFC, Dynand dan tim sempat mengalami kendala. Pengajuan proposal dan surat izin penyelenggaraan acara tidak disambut baik oleh Pemerintah Kabupaten Jember.
Alasannya ialah karena acara karnaval fashion bukan budaya asli Jember. Tema busana yang diangkat juga cenderung mengarah ke budaya Amerika. Sementara waktu itu sedang terjadi penyerangan Amerika kepada Irak. Selain itu, rute karnaval yang diajukan dinilai melawan arus lalu lintas.
Meski belum mendapat izin dari pemerintah, Dynand dan tim tetap melakukan persiapan. Bahkan Dynand beberapa kali melakukan presentasi terkait visi, misi, dan konsep JFC untuk meyakinkan pihak pemerintah. Pada 31 Desember 2002, surat izin penyelenggaraan acara akhirnya disetujui oleh Bupati Jember.
Melihat sambutan baik dari masyarakat saat Jember Fashion Carnaval pertama, Dynand dan tim kemudian sepakat untuk mengadakan JFC kedua di tahun yang sama. Saat itu, JFC digelar bersamaan dengan acara gerak jalan Tanggul-Jember Tradisional pada 30 Agustus 2003. Defile yang ditampilkan yakni Arab, Maroko, India, Jepang, dan China.
Terus Berkembang sampai Sekarang
Seiring berjalannya waktu, JFC semakin berkembang. Dynand dan tim mulai membentuk keunikan dari JFC dan mengeksplorasi berbagai tema. Sehingga tidak ada busana yang sama dalam setiap defile. Peserta JFC juga diambil dari anak-anak dan remaja Kota Jember yang kemudian dilatih untuk merancang kostum, make up, hingga gerakan cat-walk.
Jember Fashion Carnaval Sepeninggal Dynand Fariz
Pada 2019, Dynand kembali mempersiapkan JFC yang akan digelar pada 31 Juli hingga 4 Agustus 2019. JFC ke-18 mengusung tema Tribal Grandeur dengan 8 defile yang terdiri dari suku-suku di dunia.
Namun, Dynand meninggal dunia pada 17 April 2019 sebelum menyaksikan pagelaran JFC ke-18. Makam mendiang Dynand terletak di Garahan, Jember.
Meski tanpa sang presiden, Jember Fashion Carnaval ke-18 tetap digelar dengan semangat dan dihadiri oleh Bupati Jember serta desainer Anne Aventie. Saat itu, Anne Aventie juga turut membawa kostum rancangannya untuk ditampilkan di JFC ke-18.
Kini, posisi Presiden JFC digantikan oleh Budi Setiawan yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Yayasan Jember Fashion Carnaval.
Setiap tahun, JFC selalu menampilkan busana-busana yang menarik dan kaya akan nilai budaya. Busana-busana tersebut ditampilkan secara teatrikal dengan memadukan unsur seni tari, seni rupa, dan seni musik. Keunikan itu membuat JFC semakin terkenal di mata dunia.
Sejumlah penghargaan internasional diraih oleh JFC, termasuk menjadi Second Runner-Up pada International Carnaval de Victoria 2016 di Seychelles. Pada 2017, Jember dinobatkan sebagai Kota Karnaval pertama di Indonesia yang bertaraf nasional dan internasional oleh Kementerian Pariwisata.
Prestasi gemilang JFC tentu tidak lepas dari kerja keras sang pelopor, Dynand Fariz. Dynand begitu ulet dalam mengembangkan JFC hingga menjadi karnaval terbesar di Indonesia. Kira-kira bagaimana sejarah berdirinya JFC? Simak penjelasannya berikut ini.
Berawal dari Rumah Mode
Dikutip dari laman Kemendikbud, JFC bermula dari keberadaan rumah mode yang didirikan oleh Dynand Fariz pada 1998. Rumah mode yang bernama Dynand Fariz International High Fashion Center itu didirikan sebagai wujud apresiasi dan konstribusi Dynand di dunia fashion.
Pada 2001, Dynand mengadakan sebuah acara fashion week untuk mengenalkan rumah modenya ke masyarakat luas. Dynand meminta para karyawan rumah mode untuk memakai busana yang sedang tren di dunia. Busana itu harus dipakai saat bekerja selama seminggu.
Acara fashion week di tahun selanjutnya dilakukan dengan cara yang berbeda. Terdapat pawai karyawan dengan memakai busana daur ulang yang kreatif dan unik.
Pawai tersebut dilakukan di sekitar rumah mode. Rupanya, masyarakat mulai tertarik dan memberi respons positif terhadap pawai tersebut.
Tercetus Ide Menggelar Karnaval yang Besar
Antusiasme masyarakat terhadap pawai rumah mode membuat Dynan ingin menggelar sebuah karnaval yang besar. Tahun 2003, Dynand dan tim mulai memikirkan konsep karnaval secara matang. Itu karena Dynand berharap agar karnaval yang akan digelar dapat memberi dampak positif bagi masyarakat Jember.
Perencanaan karnaval dilakukan secara detail. Mulai dari pembuatan visi dan misi, menentukan tema busana, hingga melakukan inovasi desain busana.
Bertepatan dengan HUT Jember, JFC pertama digelar pada 1 Januari 2003 di Alun-alun Jember. Dalam sebuah penelitian dari Mudra Jurnal Seni Budaya disebutkan, JFC 2003 diikuti 50 peserta yang terdiri atas karyawan rumah mode Dynan, karyawan salon Dyfa milik Dynand, dan karyawan salon Karisma milik Suyanto, kakak DDynand. Dengan mengusung 3 defile, yakni Punk, Gipsy dan Cowboy.
Sempat Ditentang Pemerintah Kabupaten Jember
Saat melakukan persiapan penyelenggaraan JFC, Dynand dan tim sempat mengalami kendala. Pengajuan proposal dan surat izin penyelenggaraan acara tidak disambut baik oleh Pemerintah Kabupaten Jember.
Alasannya ialah karena acara karnaval fashion bukan budaya asli Jember. Tema busana yang diangkat juga cenderung mengarah ke budaya Amerika. Sementara waktu itu sedang terjadi penyerangan Amerika kepada Irak. Selain itu, rute karnaval yang diajukan dinilai melawan arus lalu lintas.
Meski belum mendapat izin dari pemerintah, Dynand dan tim tetap melakukan persiapan. Bahkan Dynand beberapa kali melakukan presentasi terkait visi, misi, dan konsep JFC untuk meyakinkan pihak pemerintah. Pada 31 Desember 2002, surat izin penyelenggaraan acara akhirnya disetujui oleh Bupati Jember.
Melihat sambutan baik dari masyarakat saat Jember Fashion Carnaval pertama, Dynand dan tim kemudian sepakat untuk mengadakan JFC kedua di tahun yang sama. Saat itu, JFC digelar bersamaan dengan acara gerak jalan Tanggul-Jember Tradisional pada 30 Agustus 2003. Defile yang ditampilkan yakni Arab, Maroko, India, Jepang, dan China.
Terus Berkembang sampai Sekarang
Seiring berjalannya waktu, JFC semakin berkembang. Dynand dan tim mulai membentuk keunikan dari JFC dan mengeksplorasi berbagai tema. Sehingga tidak ada busana yang sama dalam setiap defile. Peserta JFC juga diambil dari anak-anak dan remaja Kota Jember yang kemudian dilatih untuk merancang kostum, make up, hingga gerakan cat-walk.
Jember Fashion Carnaval Sepeninggal Dynand Fariz
Pada 2019, Dynand kembali mempersiapkan JFC yang akan digelar pada 31 Juli hingga 4 Agustus 2019. JFC ke-18 mengusung tema Tribal Grandeur dengan 8 defile yang terdiri dari suku-suku di dunia.
Namun, Dynand meninggal dunia pada 17 April 2019 sebelum menyaksikan pagelaran JFC ke-18. Makam mendiang Dynand terletak di Garahan, Jember.
Meski tanpa sang presiden, Jember Fashion Carnaval ke-18 tetap digelar dengan semangat dan dihadiri oleh Bupati Jember serta desainer Anne Aventie. Saat itu, Anne Aventie juga turut membawa kostum rancangannya untuk ditampilkan di JFC ke-18.
Kini, posisi Presiden JFC digantikan oleh Budi Setiawan yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Yayasan Jember Fashion Carnaval.
Bagikan ke: